Senin, 15 Agustus 2011

FARMAKOVIGILAN DAN FARMAKOEPIDEMIOLOGI (bagian II)

Oleh Fransiscus Dedy, Semarang

Seri tulisan ini merupakan ringkasan dari karya: Corinne de Vries and Lolkje de Jong-van den Berg yang ditulis dalam buku Pharmacy Pratice

ADVERSE DRUG REACTIONS
Ada 3 tipe Adverse Drug Reaction (ADR) yang dibedakan berdasarkan frekuensi kejadian dan tingkat kemudahan pendeteksiannya (Strom 1994; Meyboom 1998).
Tipe A
Tipe ini biasanya telah terdeteksi selama masa uji klinik, bersifat tergantung dosis, dan berkaitan dengan aksi farmakologi obat. Oleh karena itu, tipe ini adalah umum, dapat diprediksi dan berakibat kurang serius dibanding tipe ADR lain. Contoh tipe ADR ini adalah timbulnya gejala efek ekstrapiramidal (parkinsonisme) pada penggunaan phenothiazine. Phenotihiazine merupakan antikolinergik yang digunakan pada terapi schizophrenia. Meskipun demikian sifat antikolinergik ini juga mempengaruhi bagian lain SSP, menyebabkan timbulnya gejala ekstra piramidal. Penurunan dosis akan mengeliminasi terjadi gejala efek ekstra piramidal. Tetapi sayangnya penurunan dosis ini pada beberapa pasien akan berakibat gagalnya terapi schizophrenia berupa kambuhnya penyakit karena dosis yang diberikan dibawah dosis terapi (sub therapeutic dosage).
Tipe B
ADR tipe ini merupakan tipe reaksi alergi. Biasanya berakibat fatal bahkan dapat menyebabkan kematian. Biasanya obat harus ditarik jika menyebabkan ADR ini. Contoh yang terkenal adalah terjadinya anaphylactic shock yang terjadi setelah penggunaan penisilin. Reaksi ini biasanya jarang terjadi dan tidak terdeteksi uji klinik, hanya terjadi setelah obat dipasarkan. Tetapi karena angka kejadiannya yang jarang dan tak terduga, adanya keterkaitan obat yang menjadi penyebab biasanya mudah disimpulkan. Oleh karena itu, seperti pada ADR tipe A, ADR tipe B juga relatif mudah untuk dideteksi. Biasanya ADR tipe B ini merupakan tipe reaksi yang banyak dilaporkan pada sistem pelaporan secara spontan dan dipublikasikan pada literatur-literatur medis.
Tipe C
ADR tipe ini yang paling sulit untuk dideteksi. Tipe ini dikarakterisaikan sebagai peningkatan frekuensi 'spontan' penyakit, terjadi pada interval waktu yang acak atau setelah waktu induksi yang lama, dan meskipun relatif umum tetapi dapat menjadi serius. Karena karakter demikian itu, keterkaitan antara obat dan adverse event yang terjadi, menjadi sulit untuk dibuktikan atau disangkal. Contoh tipikal ADR tipe C adalah kemungkinan hubungan antara kanker payudara dan penggunaan kontrasepsi oral. Dalam adverse event ini, prevalensi kanker payudara di antara populasi umum wanita relatif tinggi, sebagaimana tingginya penggunaan kontrasepsi oral. Ada jeda waktu yang lama sebelum munculnya kanker payudara, dan efeknya secara eksperimental bersifat tidak reprodusibel, sulit untuk menemukan kelompok pembanding yang baik, dan ada bermacam faktor penyebab.
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, sistem pelaporan spontan memberikan sinyal peringatan dini efek obat yang merugikan. Namun demikian, walaupun mekanisme untuk menilai kausalitas, seperti dechallenge (observasi efek dari obat yang telah ditarik) dan rechallenge (observasi efek obat yang dipasarkan lagi setelah sebelumnya obat tersebut ditarik), misalnya, kecurigaan adanya adverse effect sulit untuk membuktikan dan frekuensi ADR tidak dapat ditetapkan secara langsung dari sistem pelaporan pelaporan. Sebagai catatan tambahan, efek ADR tipe C hampir tidak pernah ditemukan lewat sistem pelaporan spontan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan penelitian farmakoepidemiologi.

bersambung ke bagian III...

1 komentar:

  1. bagus blog nya. bantu bgt mahasiswa yg trpaksa kecemplung di dunia farmasi kyk gue. makasi

    BalasHapus